Oleh : Imam Robandi (Akademisi bertinggal di Surabaya)
Saya mengenal ribuan kepala sekolah di tanah air dan semua seperti saudara saya. Yang lebih tua adalah seperti kakak saya dan yang lebih muda adalah seperti adik saya. Tingkat dan kualitas persaudaraannya adalah bermacam-macam. Ada yang sangat dekat, ada yang sedang-sedang saja, ada yang lumayan jauh, ada yang sangat-sangat jauh, dan ada yang malah sudah lupa namanya. Ini yang membuat rumah saya seperti Balai Desa, hampir setiap bulan ada ‘sorogan’. Ada duren yang datang, ada kiriman singkong, ada pisang Lumajang yang nyantol di pagar, ada yang membawa nangka, ada juga kelapa dan gula merah, dan ada juga ingkung ayam, ada juga ayam bakar, ada juga yang langsung datang membawa menu ikan, dan lain-lain masih banyak lagi. Apapun tingkat persaudaraan dan relasi, mereka adalah orang-orang hebat yang ikut ‘rame ing gawe’ menyongsong masa depan Indonesia yang mulia.
Memang, para kepala sekolah adalah jiwa dari pendidikan Indonesia. Dinamika pergerakan kepala sekolah adalah berbeda-beda. Ada yang sangat inovatif dan ada juga yang berjalan seadanya. Ada yang bergerak seolah-olah hari-hari selalu diiringi dengan pertumbuhan dan inovasi, dan ada juga yang hanya berkarya asal berjalan sambil bingung menghadapi pesaing di sekitarnya. Jika kepala sekolahnya adalah PNS, maka akan berbeda cerita karena mereka sudah ada jaminan hari tua, yaitu uang pensiunan yang lumintu. Perekonomian sekolah adalah sangat tidak bermasalah karena ditopang oleh negara, sehingga sekolah tentu maju. Jika kepala sekolah sekolah swasta, maka mereka harus jatuh bangun membangun sekolah untuk terus dapat bersaing dengan para kompetitor sebelahnya dengan jatuh-bangun agar sekolahnya semakin besar sehingga berimbas pada kestabilan ekonomi dapur, kendil, dan panci di rumah agar tidak boleh ‘ngguling’ setiap bulannya. Ini adalah hal yang wajar, karena mereka hanya mengandalkan uang sokongan dari para walimurid. Perekonomian sekolah hanya mengandalkan satu input, yaitu dari SPP para orang tua siswa yang harus lancar. Sekolah yang dipimpinnya harus maju, guru dan karyawannya juga harus stabil perekonomiannya. Untuk berharap banyak kepada yayasan yang menaungi adalah sering menjadi hal yang mustahil. Oleh sebab itu para kepala sekolah swasta harus membangun sekolahnya secara lebih professional dan penuh integritas. Ada juga kepala sekolah yang bernasib baik yang diundang ke sana-sini oleh para kawannya sendiri atau atasannya untuk mengisi berbagai kegiatan, sehingga kehidupannya lebih lumayan walaupun harus meninggalkan sekolah yang dikelolanya beberapa hari. Walaupun banyak kepala sekolah yang mumpuni, tetapi tetap saja harus pandai-pandai melihat peluang kanan-kiri, atau minimal harus dekat dengan yang lebih atas agar terus terpakai di banyak kegiatan.
Di antara ribuan kepala sekolah yang saya kenal adalah nama ini. Namanya adalah sangat istimewa, karena ada marga Nasution. Badannya besar dan saat berbicara meledak-ledak. Banyak yang mengira dia berasal dari Pulau Samosir, Kab. Tapanuli Selatan, atau Kab. Simalungun, dan sekitarnya. Cak Aris adalah asli Nganjuk atau wong Jowo tulen, Aris Nasution adalah namanya. Dia adalah seorang pendidik tulen yang sekaligus budayawan, karena semua kiprahnya selalu bersentuh dengan budaya dan pernah ‘nanggap’ wayang, dan saya sebagai dalangnya. Surabaya Nganjuk adalah hanya dua jam via tol, dan dia hampir setiap bulan ke rumah saya. Kalau mampir ke rumah saya, dia selalu ada-ada saja yang dibawa. Kadang-kadang membawa beras kencur, sambel pecel, kadang-kadang membawa ayam panggang, kadang-kadang membawa wedang sinoman, kadang-kadang membawa tahu kediri yang berwarna kuning, dan juga tidak jarang membawa problematika sekolah dan organisasi yang saya harus dapat membuat jurus pamungkas. Dia adalah kepala sekolah senior di Indonesia, ketika yang lain belum menjadi kepala sekolah, dia sudah menjadi kepala sekolah. Prestasinya adalah tidak kaleng-kalengan, sekolah lain banyak yang kendor-kempis, sekolahnya melaju dengan kencang saat itu. Para instruktur pendidikan kepala sekolah saja yang sering diundang kesana-kemari masih banyak yang kalah senior, kalah pamor, dan kalah prestasi dari Ustadz Aris Nasution. Hanya saja dia adalah orang yang kalem, dan selalu bersembunyi dari prestasinya, sehingga tidak kelihatan bahwa dia adalah seorang bintang yang harus diajak kesana-kemari.
Ustadz Aris pernah dipilih untuk ikut ke Jepang, untuk belajar manajemen efektif. Dia adalah orang yang selalu menarik di medan apapun. Saat di Kiyomizudera, dia hilang di tengah ribuan pelancong. Ini adalah dia yang selalu mencari keunikan dan nilai-nilai. Dia adalah seorang eksplorer, seseorang yang selalu bosan dengan kemapanan. Teman satu rombongan saat itu izin ke saya untuk mencarinya, tetapi tidak saya izinkan, karena saya khawatir yang mencari malah ikut hilang. Ternyata temannya ini mendesak terus, dan akhirnya saya izinkan untuk mencari Cak Aris yang pergi entah kemana. Jika sampai satu jam tidak ada berita, maka kita kehilangan dua orang, kata saya saat itu. Saat itu saya mulai panik, ada yang ingin mencari yang dua orang yang belum kembali, tetapi saya khawatir yang hilang malah semakin bertambah. Tetap saja, saya harus tenang ‘karena tidak ada dalang yang kekurangan lakon’, kata saya dalam hati. Tolong bapak-bapak jangan kemana-mana, di sini saja, pinta saya. Saya sendiri yang akan mencari yang dua orang ini.
Hiruk-pikuk manusia di tempat wisata itu sungguh membuat mata ‘blereng’. Saya berpikir harus berjalan ke arah mana untuk mencari dua anggota yang belum muncul ini, padahal hari sudah mulai mendung. Saya bersantai sejenak untuk menata hati karena tempat seluas itu dengan hilir mudik manusia, tentu tidak dapat dengan mudah untuk segera menemukan. Sebentar-sebentar saya berhenti untuk melihat ke segala arah dan mampir sebentar ke jidouhanbaiki (自動販売機) untuk membeli minuman. Ternyata mata juga tidak mudah untuk membedakan antara yang nihonjin dan yang orang Indonesia.
Terus saya melangkah melalui jalan yang menanjak. Toko penyewaan kimono saya cek, tempat penjualan takoyaki juga saya cek. Ada kerumunan orang berfoto juga saya cek dan juga di sekitar kuil juga saya cek semua. Bakul-bakul juga saya datangi sambil saya mencari buah momo. Terus kaki berjalan, Gusti Allah SWT menuntun pikiran saya. Ternyata seperti dugaan saya. Dua orang ini sedang asyik melihat kedai kue yang cetakannya menggunakan robot. Kelihatan canggih juga, robot yang sedang sibuk mencetak eskrim. Saya juga ikut menonton robot istimewa itu, dan tentu sangat menginspirasi.
Yang lain sedang menunggu dengan kepala nat nit nut, sedangkan yang di sini sedang duduk bersantai menikmati kue dan kemajuan teknologi, menonton robot yang dapat bergeleng kepala ke sana ke mari. Ustadz Aris sangat pandai memanfaatkan waktu, sambil melihat keindahan Jepang dia belajar banyak hal termasuk tentang aplikasi teknologi untuk kuliner. Inspirasinya dia bawa pulang untuk ditularkan ke kawan-kawannya di tanah air.
Itu adalah seni berwisata, ada hiruk pikuk, ada kekhawatiran, ada ‘nggumun’, dan ada kebahagiaan. Itu terjadi sembilan tahun nan lalu, 花見 2015 di Kota Kyoto. Mungkin para pelakon waktu itu akan terharu, mengapa waktu cepat berlalu.
Hari ini Cak Aris Nasution hidup sederhana di Lereng Wilis dengan konsep rame ing gawe, sejuta pengabdian, dan segudang prestasi. Dia adalah ketua guru sekolah Aisyiyah se-Indonesia, tetapi dia tidak mau disebut instruktur, inspirator, atau sebutan apapun yang tinggi-tinggi, dia tetap menjadi seorang guru sederhana, seorang pejuang kehidupan pendidikan agar lingkungan sekolahnya terus maju dan tata raharja.
Aris Nasution adalah salah satu model pemimpin sekolah, yang selalu inspiratif dan langkahnya selalu mengagetkan. Dia telah melakukan satu titik perubahan di tanah air dengan banyak prestasi. Cak Aris pernah mengajak saya untuk summit ke Gunung Wilis, tetapi saya masih belum dapat memenuhi. Entah kapan, I will do it well.
May 11, 2024
Tulisan Prof. Imam selalu berkesan karena kaya pesan.
Terima kasih bunda El, kita beruntung dapat memperoleh inspirasi setiap saat
Paparan singkat mengenai Bapak Aris Nasution oleh Prof. Imam Robandi, adalah sangat inspiratif.
Sampai pada level ini, adalah tidak mudah kecuali berani mencoba dan memulai, dan terus melatih diri.
Pada setiap proses, selalu ada ide (hidayah) dan solusi. Inilah yang disebut pengalaman.
Luar biasa!
Terima kasih ustadz Abu, tambahan pencerahan yang mantap
Prof Imam pencetak sekolah keren, menjadi Kepala Sekolah yang memiliki ethos Sakura harus punya nyali untuk kolaborasi
Salah satunya adalah ibu Heriyanti yang hebat
Jika tidak punya nyali, tidak akan dapat mengikuti langkah Prof. Imam. Karena selalu ada lompatan yang mengejutkan.
mantap bunda Endang, sudah menyerap ilmu dari sang sensei
Tulisan yang sangat inspiratif
Terimakasih ustadz Herman
Aris Nasution sosok pemimpin hebat yang mewarisi keilmuan dari sensei Prof. Imam Robandi: Robandian, menarik, inspiratif, dan setiap proses perjalanan seorang Aris Nasution sangat bermakna.
Terima kasih bu Umi
Tulisan Prof Imam Robandi selalu sarat makna dan inspiratif.
Ustad Aris Nasution terus menebarkan semangat nya kepada murid-muridnya untuk terus berprestasi membangun negeri.
Terima kasih bu Titik, sukses juga untuk bucan yang satu ini
Masya Allah pengalaman yang luar biasa. Terima kasih Prof. Imam Robandi. Sehat sukses selalu
Sukses pula untuk amak Syofni, terima kasih telah berkenan singgah
Sungguh berbahagia Ustad Aris dituliskan cerita dirinya oleh Prof. Imam. Keren
Berikutnya cerita tentang bunda Rukiyati yang juga inspiratif